MINERGI.COM – Pemerintah diminta untuk mengaktifkan kembali dan memaksimalkan kinerja satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani illegal drilling dan illegal tapping.
Aktivitas illegal drilling dan illegal tapping tidak hanya berbahaya dan mengancam bagi lingkungan.
Tapi juga merupakan pelanggaran hukum dan turut menghambat target lifting 1 juta barrel oil per day (BOPD).
Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak menyampaikan hal tersebut dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (21/4/2024).
Baca Juga:
Kemendag Undang Distributor Bahas Kenaikan Harga Minyak Goreng Rakyat MinyaKita di Atas HET
“Selain itu satgas bentukan pemerintah harus dibarengi dengan penegakan hukum yang tegas.”
“Perusahaan pengelola juga harus meningkatkan standar keamanan dan pengamanan wilayah kerjanya,” ucap Ali
Baca artikel lainnya di sini : Piala Asia 2024, Prabowo Subianto Doakan Timnas Indonesia Menang Tanding Lawan Timnas Korsel
Dia menilai pengoperasian sumur minyak ilegal di Indonesia memberikan efek berganda (multiplier effect) bagi negara, terutama pada target lifting 1 juta BOPD tersebut.
Baca Juga:
Prabowo Subianto Hadiri Pertemuan Pimpinan Negara G20 di Brasil, Disambut Hangat Presiden Brasil
Risiko Geopolitik dan Perlambatan Perekonomian Tiongkok Bayangi Pertumbuhan Ekonomi Global Saat Ini
Bisa Turunkan Harga Rumah untuk Masyarakat, Penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
“Illegal drilling maupun illegal tapping turut berpengaruh terhadap target lifting 1 juta BOPD karena jika tidak segera diselesaikan akan semakin menggila dan berefek domino ke wilayah lainnya,” ujarnya.
Baca artikel lainnya di sini : Ini yang Dibahas Saat Grace Natalie Temui Presiden Jokowi dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno
Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar juga menuturkan dampak dari sumur ilegal tersebut.
Dampak utama dari aktivitas lifting pada sumur ilegal, yakni berkurangnya pendapatan negara hingga gambaran buruk terhadap industri migas nasional.
Ia mengatakan illegal drilling menyebabkan kerugian negara, baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Ketika ada kecelakaan, maka SKK Migas dan KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) akan diminta oleh instansi terkait.”
“Untuk membantu melakukan penanganan, yang itu tentu saja akan membutuhkan biaya dan sumber daya terkait,” kata Bisman.
Adapun, biaya penanganan itu menggunakan biaya KKKS, akibatnya biaya operasional KKKS akan bertambah yang pada gilirannya akan mengurangi penerimaan negara.
Karena biaya yang telah dikeluarkan oleh KKKS untuk melakukan penanganan kecelakaan akibat illegal drilling akan ditagihkan ke negara melalui skema cost recovery.
Menurut Bisman, risiko kebocoran lifting pada aktivitas illegal drilling dan illegal tapping sangat tinggi seperti yang banyak terjadi di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel).
“Illegal drilling dan illegal tapping merupakan tindak pidana, berisiko tinggi, dan juga merusak lingkungan hidup. Hal ini karena lemahnya penegakan hukum.”
“Selain itu, masalah sosial di sekitar lokasi, masyarakat merasa tidak dapat menikmati potensi sumber daya alam yang ada di daerahnya,” tuturnya.***
Sempatkan juga untuk membaca berbagai berita dan informasi lainnya di media online Kongsinews.com dan Mediaagri.com
Sedangkan untuk publikasi press release di media online ini, atau pun serentak di puluhan media ekonomi & bisnis lainnya, dapat menghubungi Rilisbisnis.com.
WhatsApp Center: 085315557788, 087815557788, 08111157788.
Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai perkembangan dunia politik, hukum, dan nasional melalui Hello.id