Oleh: Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).
MINERGI.COM – Sekarang Pertamina Patra Niaga sudah menjadi perusahaan yang mandiri. Bisa mengambil utang untuk keperluan bisnisnya.
Nah rupanya kesempatan ini dimanfaatkan dengan cepat oleh Pertamina Patra Niaga untuk menarik uang.
Patra Niaga adalah sub holding yang tugasnya jual BBM, LPG dan produk akhir minyak lain.
Baca Juga:
Kemendag Undang Distributor Bahas Kenaikan Harga Minyak Goreng Rakyat MinyaKita di Atas HET
Untung Patra Niaga sangat ditentukan oleh berapa besar margin yang diperoleh dalam jualan minyak di dalam negeri dan ekspor.
Untuk keperluan jualan minyak ini Patraniaga mengambil utang lalu setelah untung bisa bayar utang dan bunga.
Baca artikel lainnya, di sini: Prakonvensi Nasional RSKKNI Bidang Jasa Keuangan: Membangun SDM Profesional dan Berdaya Saing Global
Namun kadang lebih besar biaya dari pada uang yang tersedia, sehingga lebih banyak utang dibandingkan arus kas yang masuk.
Baca Juga:
Prabowo Subianto Hadiri Pertemuan Pimpinan Negara G20 di Brasil, Disambut Hangat Presiden Brasil
Risiko Geopolitik dan Perlambatan Perekonomian Tiongkok Bayangi Pertumbuhan Ekonomi Global Saat Ini
Bisa Turunkan Harga Rumah untuk Masyarakat, Penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Sebagai contoh tahun 2023 lalu Pertamina Patra Niaga (PPN) memiliki kas yang tersedia sebesar USD2,1 miliar pada akhir 2023, dibandingkan dengan utang jangka pendek sebesar USD3,2 miliar.
Baca artikel lainnya, di sini: Prabowo Subianto Terima Pemilik Gedung Burj Khalifa UEA, Bahas Potensi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Jadi Patra Niaga mengalami kekurangan uang 1,1 miliar dolar atau 16 triliun yang tidak dapat dibayar, jadi membutuhkan utang baru atau memperpanjang utang lama.
Dari utang yang jatuh tempo, USD1,5 miliar merupakan pinjaman modal kerja yang dapat diperpanjang dan USD1,6 miliar.
Masalah ke depan yang dihadapi Patra Niaga adalah sebagian besar jualannya adalah BBM dan LPG yang merupakan energi fosil.
Sehingga sangat sulit bagi patra niaga untuk mendapatkan pinjama murah melalui isue green.
Sangat sulit juga PPN mengejar portofolio transisi energi, padahal harus menanggung sebagian besar beban net zero emission Pertamina.
Jadi PPN akan terjebak dalam pinjaman yang mahal.
Usaha transisi energi seperti usaha memasang panel surya di semua pom bensin tampaknya belum satupun yang terpasang.
Patra Niaga juga belum banyak inisiatif memasang alat pengisian stroom mobil listrik di semua pom bensin.
Ini harus menjadi rencana strategis ke depan. Mengingat tidak ada utang murah di masa mendatang kecuali untuk transisi energi.
Tapi pinjaman yang mahal seharga bunga KPR memang ada. Menurut info yang PPN akan ambil utang besar besaran yakni USD1,7 miliar dengan Pertamina dari PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Mandiri.
PPN juga akan ambil utang USD3 miliar fasilitas dari Bank Mandiri, BRI dan PT Bank Negara Indonesia. Mantap Juga ya, 4,7 miliar dolar atau 75 T, cuan besar men.
Tapi ya bunganya sama dengan KPR di Indonesia pada umumnya 12-14 % setahun. Ini agak merepotkan.
Kedepan memang harus banyak terobosan terutama menyukseskan digitalisasi SPBU, mengontrol distribusi solar dan LPG subsidi secara lebih baik .
Menekan konsumsi pertalite, sehinga dipastikan konsumsi BBM dan LPG subsidi lebih banyak diterima oleh yang berhak dibandingkan yang tidak berhak.
Dengan demikian manajemen Pertamina Patra Niaga dapat membantu pemerintah dalam pengelolaan subsidi yang tepat sasaran sebagaimana amanat UU.***
Sempatkan juga untuk membaca berbagai berita dan informasi lainnya di media online Harianinvestor.com dan Mediaemiten.com
Sedangkan untuk publikasi press release di media online ini, atau pun serentak di puluhan media ekonomi & bisnis lainnya, dapat menghubungi Rilisbisnis.com.
WhatsApp Center: 085315557788, 087815557788, 08111157788.
Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai perkembangan dunia politik, hukum, dan nasional melalui Hello.id